Posisi masjid berada diatas pelataran parkit. Ada trap- tarp jalan berbatu kerikil rata untuk menuju bagian atas. Sebuah taman menghiasi lingkar latar depan masjid. Ada bangku berleha-leha sejenak. Terlebih pasangan-pasangan muda, mereka duduk-duduk sambil berbincang dibawah kabut malam atapun cahaya tipis matahari pagi, sambil menikmati panorama bukit-bukit diantara desir angin yang sejuk. Ada halaman parkir yang lumayan luas, dengan tenda-tenda pedagang dikeliling pinggirnya: susu bandrek, jagung ataupun ubi bakar, dan banyak lagi. Juga pernak- pernik cendera mata tak bisa disangkal. Luasnya areal parkit inilah yang menjadi Masjid Atta-Awun banyak disinggahi orang. Tak cuma dijam - jam salat lima waktu, bahkan sepanjang waktu, ada saja orang mampir untuk melemasakan kembali otot-otot kaki yang kaku setelah menempuh perjalanan dengan bermobil.
Keteduhan hati tentu saja akan lebih kita resapi disaf-saf masjid. Meninggalkan taman, akan kita temukan batas suci yang mengharuskan semua alas kaki dicopot. Tentu saja, tanpa pengumumanpun, semua pengunjung Atta-Awun otomatis mencopot dan menyimpas alas kaki ditempat penitipan. Karena untuk mencapai batas ruang masjid, kita mesti melewati cekungan jalan yang dilintasi parit kecil dengan air gunung yang mengalir disepanjang waktu.Ujung celana ataupun kain panjang disingkapkan agar tidak tak basah saat kaki turun ngerobok kedalam air. Dingiiiin..........!!!
0 comments:
Post a Comment